1.1. Definisi dan Klasifikasi Alat Tangkap
Bubu adalah alat tangkap yang umum dikenal dikalangan nelayan, yang berupa jebakan, dan bersifat pasif. Bubu sering juga disebut perangkap “ traps “ dan penghadang “guiding barriers”.
Alat ini berbentuk kurungan seperti ruangan tertutup sehingga ikan
tidak dapat keluar. Bubu merupakan alat tangkap pasif, tradisional yang
berupa perangkap ikan tersebut dari bubu, rotan, kawat, besi, jaring,
kayu dan plastik yang dijalin sedemikian rupa sehingga ikan yang masuk
tidak dapat keluar. Prinsip dasar dari bubu adalah menjebak penglihatan
ikan sehingga ikan tersebut terperangkap di dalamnya, alat ini sering
diberi nama ftshing pots atau fishing basket.(Brandt, 1984).
Bubu
adalah perangkap yang mempunyai satu atau dua pintu masuk dan dapat
diangkat ke beberapa daerah penangkapan dengan mudah, dengan atau tanpa
perahu (Rumajar, 2002). Menurut Martasuganda, (2005)Teknologi
penangkapan menggunakan bubu banyak dilakukan di negaranegara yang
menengah maupun maju. Untuk skala kecil dan menengah banyak dilakukan di
perairan pantai, hampir seluruh negara yang masih belum maju
perikanannya, sedangkan untuk negara dengan sistem perikanan yang maju
pengoperasiannya dilakukan dilepas pantai yang ditujukan untuk menangkap
ikan-ikan dasar, kepiting, udang yang kedalamannya 20 m sampai dengan
700 m. Bubu skala kecil ditujukan untuk menagkap kepiting, udang, keong,
dan ikan dasar di perairan yang tidak begitu dalam.
Subani
dan Barus (1989), menyatakan bahwa Bentuk dari bubu bermacam-macam
yaitu bubu berbentuk lipat, sangkar (cages), silinder (cylindrical),
gendang, segitiga memanjakan (kubus), atau segi banyak, bulat setengah
lingkaran dan lain-lainnya. Secara garis besar bubu terdiri dari badan
(body), mulut (funnel) atau ijeb dan pintu. Badan bubu berupa rongga,
tempat dimana ikan-ikan terkurung. Mulut bubu (funnel) berbentuk corong,
merupakan pintu dimana ikan dapat masuk tapi tidak dapat keluar dan
pintu bubu merupakan bagaian temapat pengambilan hasil tangkapan.
Menurut Brandt (1984), mengklasifikasi bubu menjadi beberapa jenis, yaitu :
1. Berdasarkan sifatnya sebagai tempat bersembunyi / berlindung :
a. Perangkap menyerupai sisir (brush trap)
b. Perangkap bentuk pipa (eel tubes)
c. Perangkap cumi-cumi berbentuk pots (octoaupuspots)
2. Berdasarkan sifatnya sebagai penghalang
a. Perangkap yang terdapat dinding / bendungan
b. Perangkap dengan pagar-pagar (fences)
c. Perangkap dengan jeruji (grating)
d. Ruangan yang dapat terlihat ketika ikan masuk (watched chambers)
3. Berdasarkan sifatnya sebagai penutup mekanis bila tersentuh
a. Perangkap kotak (box trap)
b. Perangkap dengan lengkungan batang (bend rod trap)
c. Perangkap bertegangan (torsion trap)
4. Berdasarkan dari bahan pembuatnya
a. Perangkap dari bahan alam (genuine tubular traps)
b. Perangkap dari alam (smooth tubular)
c. Perangkap kerangka berduri (throrrea line trap)
5. Berdasarkan ukuran, tiga dimensi dan dilerfgkapi dengan penghalang
a. Perangkap bentuk jambangan bunga (pots)
b. Perangkap bentuk kerucut (conice)
5.1.1. Klasifikasi Bubu menurut cara operasinya
Dalam operasionalnya, bubu terdiri dari tiga jenis, yaitu :
1.
Bubu Dasar (Ground Fish Pots).: Bubu yang daerah operasionalnya berada
di dasar perairan. Untuk bubu dasar, ukuran bubu dasar bervariasi,
menurut besar kecilnya yang dibuat menurut kebutuhan. Untuk bubu kecil,
umumnya berukuran panjang 1m, lebar 50-75 cm, tinggi 25-30 cm. untuk
bubu besar dapat mencapai ukuran panjang 3,5 m, lebar 2 m, tinggi 75-100
cm. Hasil tangkapan dengan bubu dasar umumnya terdiri dari jenis-jenis
ikan, udang kualitas baik, seperti Kwe (Caranx spp), Baronang (Siganus
spp), Kerapu (Epinephelus spp), Kakap ( Lutjanus spp), kakatua (Scarus
spp), Ekor kuning (Caeslo spp), Ikan Kaji (Diagramma spp), Lencam
(Lethrinus spp), udang penaeld, udang barong, kepiting, rajungan, dll
(Anonim. 2007).
2.
Bubu Apung (Floating Fish Pots): Bubu yang dalam operasional
penangkapannya diapungkan. Tipe bubu apung berbeda dengan bubu dasar.
Bentuk bubu apung ini bisa silindris, bisa juga menyerupai kurung-kurung
atau kantong yang disebut sero gantung. Bubu apung dilengkapi dengan
pelampung dari bambu atau rakit bambu yang penggunaannya ada yang
diletakkan tepat di bagian atasnya. Hasil tangkapan bubu apung adalah
jenis-jenis ikan pelagik, seperti tembang, japuh, julung-julung, torani,
kembung, selar, dll. Pengoperasian Bubu apung dilengkapi pelampung dari
bambu atau rakit bambu, dilabuh melalui tali panjang dan dihubungkan
dengan jangkar. Panjang tali disesuaikan dengan kedalaman air, umumnya
1,5 kali dari kedalaman air, (Anonim. 2007).
3. Bubu
Hanyut (Drifting Fish Pots) : Bubu yang dalam operasional
penangkapannya dihanyutkan. Bubu hanyut atau “ pakaja “ termasuk bubu
ukuran kecil, berbentuk silindris, panjang 0,75 m, diameter 0,4-0,5 m.
Hasil tangkapan bubu hanyut adalah ikan torani, ikan terbang (flying
fish). Pada waktu penangkapan, bubu hanyut diatur dalam
kelompok-kelompok yang kemudian dirangkaikan dengan kelompok-kelompok
berikutnya sehingga jumlahnya banyak, antara 20-30 buah, tergantung
besar kecil perahu/kapal yang digunakan dalam penangkapan (Anonim.
2007).
Operasi penangkapan dilakukan sebagai berikut :
1. Pada sekeliling bubu diikatkan rumput laut.
2. Bubu
disusun dalam 3 kelompok yang saling berhubungan melalui tali penonda
(drifting line). Penyusunan kelompok (contohnya ada 20 buah bubu) : 10
buah diikatkan pada ujung tali penonda terakhir, kemudian kelompok
berikutnya terdiri dari 8 buah dan selanjutnya 4 buah, lalu disambung
dengan tali penonda yang langsung diikatkan dengan perahu penangkap dan
diulur sampai ± antara 60 -150 m (Anonim. 2007).
Disamping ketiga bubu yang disebutkan di atas, terdapat beberapa jenis bubu yang lain seperti :
1. Bubu Jermal : Termasuk jermal besar yang merupakan perangkap pasang surut (tidal trap).
2. Bubu Ambai.: Disebut juga ambai benar, bubu tiang, termasuk pasang surut ukuran kecil.
3. Bubu Apolo.:Hampir sama dengan bubu ambai, bedanya ia mempunyai 2 kantong, khusus menangkap udang rebon.
5.1.1.1. Bubu Ambai
Bubu
ambai termasuk perangkap pasang surut berukuran kecil, panjang
keseluruhan antara 7-7,5 m. bahan jaring yaitu terbuat dari nilon
(polyfilament). Jaring ambai terdiri dari empat bagian menurut besar
kecilnya mata jaring, yaitu bagian muka, bagian tengah, bagian belakang
dan bagian kantung. Mulut jaring ada yang berbentuk bulat, ada juga yang
berbentuk empat persegi berukuran 2,6 x 4,7 m. pada kanan-kiri mulut
terdapat gelang, terbuat dari rotan maupun besi yang jumlahnya 2-4 buah.
Gelang- gelang tersebut dimasukkan dalam banyaknya jaring ambai dan
dipasang melintang memotong jurusan arus. Satu deretan ambai terdiri
dari 10-22 buah yang merupakan satu unit, bahkan ada yang mencapai
60-100 buah/unit. Hasil tangkapan bubu ambai bervariasi menurut besar
kecilnya mata jaring yang digunakan. Namun, pada umumnya hasil
tangkapannya adalah jenis-jenis udang (Subani dan Barus, 1989).
5.1.1.2. Bubu Apolo
Bahan
jaring dibuat dari benang nilon halus yang terdiri dari bagian mulut,
bagian badan, kaki dan bagian kantung. Panjang jaring keseluruhan
mencapai 11 m. Mulut jaring berbentuk empat persegi dengan lekukan
bagian kiri dan kanan. Panjang badan 3,75 m, kaki 7,25 m dan lebar 0,60
m. pada ujug kaki terdapat mestak yang diikuti oleh adanya dua kantung
yang panjangnya 1,60 m dan lebar 0,60 m. Hasil tangkapan bubu apolo sama
dengan hasil tangkapan dengan menggunakan bubu ambai, yakni jenis-jenis
udang (Subani dan Barus, 1989).
1.1.1.3. Konstruksi Bubu
Menurut Subani dan Barus. (1999), Bentuk
bubu bervariasi. Ada yang seperti sangkar (cages), silinder
(cylindrical),gendang, segitiga memanjang (kubus) atau segi banyak,
bulat setengah lingkaran, dll. Bahan
bubu umumnya dari anyaman bambu (bamboo`s splitting or-screen). Secara
umum, bubu terdiri dari bagian-bagian badan (body), mulut (funnel) atau
ijeh, pintu.
- Badan (body): Berupa rongga, tempat dimana ikan-ikan terkurung.
- Mulut (funnel): Berbentuk seperti corong, merupakan pintu dimana ikan dapat masuk tidak dapat keluar.
- Pintu : Bagian tempat pengambilan hasil tangkapan.
1.1.1.4. Daerah Penangkapan
1. Bubu Dasar (Ground Fish Pots)
Dalam
operasi penangkapan, bubu dasar biasanya dilakukan di perairan karang
atau diantara karang-karang atau bebatuan (Anonim, 2006)
2. Bubu Apung (Floating Fish Pots)
Dalam
operasi penangkapan, bubu apung dihubungkan dengan tali yang
disesuaikan dengan kedalaman tali, yang biasanya dipasang pada kedalaman
1,5 kali dari kedalaman air (Anonim, 2006).
3. Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots)
Dalam operasi penangkapan, bubu hanyut ini sesuai dengan namanya yaitu dengan menghanyutkan ke dalam air (Anonim, 2006).
4. Bubu Jermal dan Bubu Apolo
Dalam
operasi penangkapan, kedua bubu di atas diletakkan pada daerah pasang
surut (tidal trap). Umumnya dioperasikan di daerah perairan Sumatera
(Anonim, 2006).
5. Bubu Ambai
Lokasi penangkapan dengan bubu ambai dilakukan pada jarak antara 1-2 mil dari pantai (Anonim, 2006).
1.2. Teknik Pengoperasian Alat Tangkap Bubu
Menurut
BPPI (1996), alat tangkap bubu lebih cocok dioperasikan di perairan
dangkal, berkarang clan berpasir dengan keadalaman 2-7 m karena umumnya
terbuat dari bambu. Bubu diletakkan pada celah karang untuk menghadang
ikan yang keluar dari celah karang clan posisi mulutnya harus menghadap
ke hilir mudik ikan yang berada di perairan karang.
Metode
pengoperasian untuk semua jenis bubu biasannya sama, yaitu dipasang di
daerah penangkapan yang sudah diperkirakan adanya stok ikan seperti ikan
dasar, udang, kepiting, keong, cumi-cumi dan biota lainnya yang bisa
ditangkap oleh bubu. Pemasangan bubu ada yang dipasa secara
tunggal dan juga ada yang beruntai (seperti pemasangan, rawai).
Ditambahkan menurut Direktorat Jendral Perikanan (1997), cara
pengoperasiaan bubu dapat dimulai antara lain pemberian umpan,
selanjutnya perahu berangkat menuju daerah operasi (fishing Xrouncl) sambil
mengamati kondisi perairan. Bubu dipasang di perairan karang dan
merupakan habitat ikan karang. Kemudian pengangkatan bubu harus
dilakukan dengan perlahan-lahan untuk memberikan kesempatan ikan dalam
beradaptasi terhadap perbedaan tekanan air dalam perairan. Cara pertama,
bubu dipasang secara terpisah (umumnya bubu berukuran besar), satu bubu
dengan satu pelampung. Cara kedua dipasang secara bergandengan (umumnya
bubu ukuran kecil sampai sedang) dengan menggunakan tail utama,
sehingga cara ini dinamakan "longline trap". Untuk cara kedua ini
dapat dioperasikan beberapa bubu sampai puluhan bahkan ratusan bubu.
Biasanya dioperasikan dengan menggunakan kapal yang bermesin serta
dilengkapi dengan katrol. Tempat pemasangan bubu dasar biasanya
dilakukan di perairan karang atau diantara pemasangan bubu dasar
biasanya dilakukan di perairan karang atau diantara karang-karang atau
bebatuan.
Menurut Martasuganda (2002), waktu pemasangan (setting) dan pengangkatan (hauling) ada
yang dilakukan pagi hari, siang hari, sore hari, sebelum matahari
tenggelam. Lama perendaman bubu di perairan ada yang hanya direndam
beberapa jam, ada yang direndam satu malam, ada juga yang direndam tiga
sampai dengan empat hari.
0 komentar:
Posting Komentar